Lahiran Kedua Yang … Berbeda!

Lahiran Kedua Yang … Berbeda!

Orang-orang bilang setiap anak akan dilahirkan dengan ceritanya sendiri. Mulai dari hamil, melahirkan, tumbuh dengan karakter yang berbeda, bahkan konon masa depannya akan melalui nasib yang berbeda.

Betapa beruntungnya diriku masih diberi kesempatan merasakan hebatnya perjuangan hamil, melahirkan, dan bisa merasakan sedikit (baru sedikit ~~) lika liku menjadi ibu 2 anak. Alhamdulillah.

Di kisah kali ini, saya coba berbagi pengalaman melahirkan anak kedua yang baru saja dilalui sebulan lalu. Hehehe, mumpung belum lupa, ya kaan ~

**

“Bu, dilihat dari posisinya, bayinya sudah besar Bu, 3.6 kg. Air ketuban juga sudah sedikit dan plasenta sudah pengapuran. Hari ini langsung induksi saja ya?” kata dr Henny, dokter kandungan langgananku. Saat itu kami periksa di rumah sakit, berharap masih ada opsi-opsi lain yang ditawarkan. Tiga hari sebelumnya di klinik, dr Henny memang sudah mewanti-wanti tentang BB janin yang sudah besar. “Makin lama nanti ngeluarinnya makin susah, Bu,” katanya.

Hari itu juga kami diantar ke ruang observasi untuk proses induksi. Tak lupa juga kami menghubungi Ibu di Klaten dan Malang untuk meminta restu. Saat di klinik lalu, kami agak khawatir tentang posisi bayi yang terlentang. Hal ini membuat Ibu Klaten dan Ibu Malang sama-sama menyarankan SC saja, takut kelamaan di jalan lahir.

Jam 1 siang, perawat datang ke ruang observasi. “Sudah siap, Bu?” katanya. Saya izin menyiapkan peralatan tempur – makanan dan printilan lainnya – yang masih otw dibawa suami ke RS. Deg-degan, konon katanya butuh asupan dan motivasi yang kuat untuk induksi. Khusus pertempuran melahirkan dedek nanti, saya rekues menu spesial ke suami yang wajib ada – Milo Dinosaurus-nya kopi kenangan, hehehe.

Jam 3 sore, infus induksi sudah mulai dipasang. Perawat kemudian bahwa saya akan didatangi perawat setiap 4 jam sekali untuk cek detak jantung bayi dan cek bukaan. Kalo sampai 12 jam infusnya nggak ada reaksi, maka akan dilakukan tindakan SC.

Sambil menunggu gelombang cinta datang, praktik afirmasi persalinan mulai dilakukan, mulai dari senam-senam kecil, goyang-goyangin pinggul, dan latihan pernapasan. Saya belum merasakan gelombang cintanya datang. Pukul 7 malam, perawat datang dan mengecek kondisi saya. “Bu, sudah bukaan dua. Belum kerasa kah, Bu?”. Belum, ucapku. Duh, kayaknya udah mulai nih, tidur dulu aja daripada nanti nggak bisa istirahat.

Jam 12 malam, mulailah kerasa sedikit denyut-denyut. Diukur dengan stopwatch di ponsel, awalnya denyut ini terasa panjang jaraknya dan nggak sakit. Lama kelamaan, udah bukan denyut lagi kerasanya, hahaha. Gelombang cinta akhirnya resmi datang per 4 menit sekali.

Sudah jam 3.

“Bu, gimana Bu? sudah mulai kenceng-kenceng banget? Mau bukaan 3 ini..”

“ini udah mulai kenceng mba, cuma masih nggak terlalu kuat.”

“Yaudah, saya hubungi dokter ya. Mbak puasa dulu saja ya*. Kemungkinan mbak akan disecar, tapi nanti lihat jadwal dokter dulu, karena jam 8 ada operasi SC juga.”

Setelah percakapan itu, mungkin si bayi nggak mau dioperasi, karena kemudian kontraksi justru kemudian makin kenceng. Mulai dari yang masih bisa ketawa, ketika datang fase kontraksi, tetiba jadi sakit sekali. Setiap datang kontraksi, ku berhitung napas dari setiap lipatan gorden di depan. Sekali kontraksi bisa 14 tarikan napas. Alhamdulillah bisa mengurangi sedikit rasa sakit.

Kontraksi saat induksi ini jauh lebih sakit dari saat melahirkan normal anak pertama. Rasa sakitnya tajam, jadi bener-bener harus fokus hitung napas satu per satu.

Pukul setengah 5 dini hari, datanglah ibu-ibu ke ruangan dengan kondisi mengerang kesakitan. Diantara sela-sela sakit, kemudian bayinya mbrojol. Mendengarkan teriakan dan erangan si Ibu, tiba-tiba nyali saya jadi ciut. Otak udah mulai susah fokus. Ya, gimana nggak ciut, dengar erangan orang kesakitan, hiksss..

Sekembalinya suami dari masjid untuk sholat subuh, akhirnya saya bertekad duduk aja biar nggak tegang-tegang amat. Kontraksi makin lama makin mepet, kali ini sudah 3 menit sekali. Karena ditawari makan oleh perawat, akhirnya kupaksakan makan disela-sela fase kontraksi. Puasa udah batal. Satu suap, telan, kontraksi. Satu suap, telan, kontraksi lagi. Lama-lama udah nggak pingin makan, karena tiba-tiba kontraksinya ganti seperti pingin mengejan.

Fase kontraksi ini konon adalah fase kedua kontraksi pada bukaan sudah diatas 6. Sambil menahan sakit, akhirnya kupanggil perawat yang ada di ruangan. “Sudah bukaan 6, Bu.” Mulailah mempraktekkan pernapasan khusus saat mengejan. Nggak berhasil. Coba lagi, nggak berhasil lagi. Keinginan mengejan udah kuat banget, sampai bingung gimana caranya mengatur napas.

“Mbak, mbak, ini caranya bernapas kalo ngejan gimana mba? kok saya nggak berhasil ya..” kata saya di sela-sela kontraksi.

“Caranya kayak orang kepedesan mbak, huh-hah-huh-hah”

Udah dicoba, tetep nggak berhasil. Sementara di hati kecil masih semangat, separuh dari diriku mengeluh ke suami, kalau diberi 1 jam seperti ini aku pasti nggak kuat lagi. Di tengah-tengah mengatur napas, karena sudah nggak tahan, akhirnya aku memanggil perawat lagi untuk cek bukaan.

“Sudah bukaan 10, Bu. Siap-siap..” Para perawat mulai datang beberapa orang, cekatan mengambil peralatan. Satu orang meletakkan alas untuk melahirkan di bawah pinggangku. Satu orang mengaba-aba. Sisanya memotivasi “ayo Bu, ayo Bu.” “Kepalanya udah kelihatan Bu”. Udah mirip lomba. Agak kaget karena tiba-tiba perawat melakukan episiotomi. Yah, terpaksa pakai jahitan lagi.

Nggak lama, akhirnya bayi G keluar dengan selamat pukul 06.42. Setelah dibersihkan, bayi langsung di IMD selama 1 jam, sekaligus dilakukan penjahitan. Alhamdulillah sekali semuanya berjalan lancar. Kemudian kami diantar ke rawat inap pukul 09.00. Semoga menjadi anak yang sholehah ya Nak.

 

(*) puasa dilakukan selama 8 jam, kalau urgent bisa dipercepat

P.S. Terima kasih BPJS, dr Henny Kartika, serta perawat RS Puri Betik Hati Bandar Lampung yang sudah memberikan dukungan moril dan materiil selama proses hamil dan persalinan anak kedua.

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

x  Powerful Protection for WordPress, from Shield Security
This Site Is Protected By
Shield Security