Let’s flashback again and fullfilling the diary, hehehe.. Jurnal perjalanan saya ini sebelumnya sudah dijelaskan di Part 1, Part 2, dan Part 3 yang semuanya ada di Malaysia.
***
Naik bus Billion Stars ini sangat unpredictable. Waktu pergi ke Singapura, kita dapat bus dengan fasilitas seadanya dan jadwal yang telat banget. Balik dari Singapura ke Malaysia, simsalabim tiba-tiba dapat bus yang benar-benar eksklusif, sampe setiap kursi ada monitornya satu. Alhasil cuma bisa geleng-geleng kepala.
Naik bus dari jam setengah 2 pagi (dengan jadwal asal jam 1 pagi), kami baru bisa sampai di Golden Mile Complex jam 9-an pagi. Karena badan keringetan semua, akhirnya kami memutuskan datang ke masjid terdekat. Sebenarnya ada masjid Sultan yang besar, tapi di dekat Golden Mile Complex ternyata ada masjid yang lebih dekat lagi, namanya masjid Hajjah Fatimah. Jadilah kami mandi disini.
Boleh nggak sih sebenernya mandi di Masjid? Hehehe, jujur, sebenarnya kikuk juga mau mandi disini. Cuma karena terpaksa (hotel baru bisa check-in tengah hari), alhasil terjadilah. Alhamdulillah Bapak-Bapak pengurus masjidnya sangat ramah, bahkan menawari tempat kamar mandi untuk dipakai.
Selesai mandi, kami akhirnya memutuskan untuk jalan kaki ke National Museum of Singapore. Di tengah jalan, akhirnya kami ganti plan untuk ke masjid Sultan dulu, karena suami musti sholat Jumat. Karena agak lapar, jadlah kami ngendon beli kari jepang di 7-11 seharga 4 RM.
FYI, makanan di Singapore terkenal mahal di kantong orang Indonesia, misalnya kedai di pinggir jalan mematok harga minimal 5 SGD (kurleb 50ribu rupiah). Kami lebih suka makan Ready-to-Eat food di 7-11 yang agak murmer.
***
Setelah selesai sholat Jumat, kami melanjutkan perjalanan ke National Museum, kurang lebih 2 kiloan. Hahaha, jauh ya, terlebih sambil bawa bocil dan harus gendong 2 ransel besar. Di atas panas matahari yang lagi terik-teriknya pula. Tapi lama-lama biasa kok, hehehe.
Asyik banget di National Museum. A glimpse of place that you must visit in Singapore. Merlion mah lewat (bagi gue).
Apa yang saya suka dari Singapura adalah: branding negaranya yang sangat kuat dan sangat dirasakan, contoh kecilnya adalah di museum. Dalam hati gue berharap Indonesia mudah-mudahan bisa sekeren Singapura, minimal cara membrandingnya (dan membuat museumnya, hehehe).
A short story of our luck, ada teman suami yang udah tinggal disini selama 10 tahun, and he’s loved to join us walking around Singapore! His name is mas Reza (hopefully you did not read this one, hahaha).
Karena museumnya sudah mau tutup (pukul 16.00), kami diantar ke Hotel yang sudah kami booking di daerah Geylang untuk beristirahat. Siapa yang suruh nginep di daerah red-district? Tak lain dan tak bukan adalah akibat budget kami yang tipis dan akomodasi di Singapore yang harganya benar-benar nggak nyantai. Walaupun begitu, kami tetep antisipasi pakai jaringan Fragrance Hotel (yang konon terkenal cukup bagus dan harganya lumayan murah). Dan tetep, kata mas Reza,
“Fragrance Hotel itu lihat-lihat juga, kalo di daerah kota bagus.. tapi kalo disini, hmmm.. lain kali jangan di hotel ini lagi yaaa..”.
Alhamdulillah selama kami menginap 2 malam nggak pernah melihat atau mendengar hal yang ajaib dari what-so-called Geylang.
Bukan itu saja masalahnya. Problem kedua adalah hotel kami, yang namanya Fragrance Hotel Ruby, lebih dekat dengan bus, bukan MRT. Sebenernya nggak ada masalah dengan busnya, tetapi kita harus hafal dengan daerahnya dulu agar bisa paham turunnya dimana. Ya, mungkin tanya driver bisa juga sih, walaupun terkadang agak impossible jika si driver juga lagi repot dengan penumpang lain.
Bersyukur banget ada yang bantu, termasuk hal-hal kecil seperti minjemin kartu EZ Link.