Kemarin, saya dan seorang kenalan dosen Geomatika – uni Nurul saya menyebutnya – mengobrol tentang tanah dan rumah. Saya juga heran lho, tiap ketemu dengan dia pokok pembahasannya selalu nyasar kesitu. Tapi ya namanya ibu-ibu yang sudah beranak dan terlalu bersemangat memikirkan planning ke depan, pikiran kita memang udah klop: ayo segera punya rumah!
Jadi, hasil obrolan kami kemudian mengerucut ke saran mengenai apa saja pertimbangan kita ketika membeli tanah. Berikut beberapa saran dari Uni Nurul, yang saya rangkum dalam poin-poin ya:
Jangan Membeli Tanah Bekas Rawa
Lokasi pencarian rumah kami tentu saja harus mencakup poin utama, yaitu dekat dengan tempat kerja. Poin kedua, adalah tidak membeli tanah bekas rawa. Beberapa kali melakukan pencarian rumah (dan tanah, red.), saya sering mendapati penduduk sekitar yang bilang bahwa banyak lokasi di dekat situ yang tanahnya dijual lebih murah karena merupakan tanah rawa.
Mengapa tidak direkomendasikan menjadi tanah rawa? Ini karena tanah rawa teksturnya tidak padat, dan walaupun sudah ditimbun dia tetap bisa mengalami penurunan tanah, sehingga berbahaya bagi rumah diatasnya.
Bagaimana Cara Mengetahuinya?
Cara mengetahui tanah bekas rawa memang gampang-gampang susah. Kalau orang umum seperti saya yang bukan lulusan ilmu “Pertanahan”, maka modal kami cuma ngobrol dengan penduduk sekitar dan si empunya tanah. Negatifnya, kadang-kadang informasi tersebut tidak 100% bisa dipercaya. Ini bisa dimaklumi sih, karena ketika tanah sudah banyak ditimbun, maka bentuk asli tanah juga tidak akan bisa dilihat.
Uni Nurul beserta suami yang merupakan dosen Geomatika mempunyai saran ciamik bagaimana mengetahui track record tanah. Caranya, dengan menggunakan citra satelit dari Google Earth.
Dengan menggunakan Google Earth (disarankan berupa aplikasi download), maka kita bisa men-track tanah mundur ke beberapa tahun sebelumnya. Cara ini sangat efektif, karena kita dapat melihat sebenarnya bagaimana history tanah yang kita incar. Sayangnya, pas demo menggunakan Google Earth ini kami cuma bermodal laptop butut yang hanya bisa melihatnya via Google Chrome.
Selain bertekstur kurang padat dan cenderung bahaya untuk mendirikan bangunan di atasnya, tanah rawa juga memiliki rumus rahasianya sendiri.
Tanah rawa pasti akan berubah kembali menjadi tanah rawa. Sebaik-baiknya manusia mengubah ciptaan alam, air selalu menemukan jalannya kembali.
Untuk hasil pencarian kami ternyata memberikan hasil yang mencengangkan. Tapi nggak usah kita share disini ya, nanti heboh dunia persilatan.
Oke, baik. Pelajaran sudah terserap. Mau cari tanah dimana kita hari ini? 🙂
Catatan:
Menurut hasil penelusuran saya di google, tanah rawa sebenarnya merupakan timbunan vegetasi, sehingga teksturnya jadi kurang padat. Jika terjadi gempa, maka kemungkinan kerusakan rumah yang ada di atas tanah rawa akan lebih besar dibandingkan dengan tanah padat.