Institut Teknologi Sumatera, barangkali nama kampus ini masih asing di telinga sebagian orang. ITERA, begitu kami menyebutnya, adalah PTN yang baru saja didirikan pada 2014 lalu. Kami memulai karir di kampus ujung Sumatera ini (karena terletak di Lampung) sudah setahun lebih. Sebelumnya, kami sempat sedikit mengecap pahit manisnya jadi dosen DLB di sebuah universitas di Banyuwangi.
Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?
Berkarir di kampus baru dan prodi baru tentu punya banyak tantangan. Sebagai kampus yang terus bertumbuh dan membangun diri, setiap hari kami harus dihadapkan pada pilihan dan resiko baru. Sebuah langkah yang ambisius untuk sebuah kampus ‘balita’ yang ingin cepat bertransformasi. Hal ini juga dibuktikan dengan rencana Induk Percepatan Pembangunan ITERA yang pada mulanya dilaksanakan selama 20 tahun, menjadi hanya 10 tahun.
Ketika kami pertama kali datang, atmosfer “mimpi yang harus terwujud” ini sangat tinggi.
Nah, sebagai dosen di kampus baru dan prodi baru, apa saja yang kami lakukan? Berikut beberapa clue-nya bagi yang belum tahu.
Kerja keras mendirikan program studi (baca: prodi)
Mendirikan prodi rasa-rasanya memang jauh lebih sulit daripada meneruskan. Mungkin kawan-kawan dosen lain juga ikut merasakan repotnya mengurus borang pendirian prodi di kampus masing-masing. Ketika borang sudah di acc DIKTI pun, bukan berarti masalah sudah selesai. Mulai menyusun visi misi yang benar, kurikulum, RPS, roadmap prodi, dan sekelumit tetek bengek lainnya bakal membuat Anda mengibarkan bendera putih kalo nggak kuat. Hehehe, bercanda. Kan kita tidak sendiri, karena beban kerja akan dibagi dengan 5 partner lain (karena setiap prodi baru minimal musti punya 6 dosen). Dan jungkir balik ini harus dilakukan segera, karena dalam 2 tahun sejak pendirian prodi, prodi tersebut harus melakukan proses reakreditasi.
Creating your own ‘home’
Menciptakan atmosfer lebih baik daripada mengubahnya. Karena semuanya masih baru, kita akan lebih mudah menciptakan suasana akademik apa yang akan kita bangun, dan manajemen seperti apa yang kita inginkan. Kelihatan asyik ya, sayangnya itu nggak semudah kelihatannya. Tapi sebenarnya itu tidak sulit lho daripada mengubah kultur yang sudah kadung terbentuk.
Konflik dengan sesama dosen
Jika di kampus lama ada issue mengenai junior dan senior, bukan berarti bekerja di kampus dengan usia setara juga bebas konflik. Kebetulan di ITERA sangat banyak dosen muda. Karena masing-masing masih muda, ya wajar juga ya kalo konflik bisa terjadi karena sama-sama beda kepentingan/keinginan. Solusinya, masing-masing personal musti punya pengendalian diri yang baik. Percayalah, EQ matters!
Mengajar kelas besar
Pengalaman pertama kali ngajar disini sudah barang tentu sama dengan mayoritas dosen ITERA lain: mengajar kelas besar dengan kapasitas 80 orang. Beberapa pertemuan awal, suara pasti serak selepas ngajar. But, it’s okay, practice makes perfect. Lambat laun kita akan belajar dengan kondisi yang ada. Empat semester ini, saya belajar banyak hal dari mengajar kelas besar. Ada kelas besar yang tipe mahasiswanya benar-benar apatis dengan dosen, ada yang sangat menghargai dosen, ada yang bagian belakang hobi ngerumpi, dll. Semuanya memiliki treatment yang berbeda untuk pengajarannya. Di awal pembelajaran, biasanya saya akan menjelaskan Adab Menimba Ilmu dan Mendatangi Majelis Ilmu lebih dahulu.
Kenal dengan banyak dosen senior
Karena ITERA masih di bawah bimbingan ITB, maka banyak dosen senior ITB dan PTN lain yang berseliweran di kampus ini, baik menjadi pejabat kampus, pengisi workshop, maupun menjadi dosen terbang.
Nah, itu dia beberapa hal umum yang ada di ITERA. Hal-hal yang khususnya mungkin nggak bisa dishare disini ya karena confidential dan terlalu teknis. Akhir kata, demikian lika-liku kehidupan di ITERA, khususnya di prodi baru. Selamat menikmati jadi dosen di universitas masing-masing!