Kurang afdol rasanya jadi pendatang yang belum sepenuhnya “menginjakkan kaki” di tanah perantauan. Setelah hampir 2 tahun tinggal di Lampung, kini akhirnya kami memulai step yang lebih besar – punya rumah sendiri.
Sebenarnya rencana punya rumah sudah ada sejak awal. Hanya saja, pertimbangannya juga banyak. Selama 2 tahun kami mengontrak rumah, ingin juga rasanya pindah ke rumah yang “benar-benar rumah” (sebelumnya, kami tinggal mengontrak di rumah bedeng/rumah petak). Sayangnya, beli rumah kan nggak kayak beli makanan ya, hehehe. Kalo dihitung-hitung berdasarkan finansial, dengan cara konvensional, kami baru akan bisa membeli tanah dan membangun rumah tipe 36 pada tahun ke-7 setelah menabung (dan itu juga belum dipotong biaya sewa kontrakan per tahunnya euy..).
Harga Kontrakan di Kampus ITERA
Sebelum memutuskan untuk membeli rumah, kami bertekad untuk mengontrak saja hingga biaya rumah lunas. Harga kontrakan di dekat lokasi kerja kami, yaitu di kampus ITERA, berbeda-beda, tergantung dengan lokasi dan fasilitas. Di Sukarame, misalnya, harga rumah kontrakan di kompleks perumahan dengan dua kamar adalah sekitar 12-15 juta rupiah. If you want cheaper price, ada juga rumah-rumah bedeng (seperti tempat tinggal kami) yang berharga 8 juta untuk 1 kamar. Jaraknya mantep bener, hanya 1 km dari kampus.
Opsi kontrakan di Bandar Lampung yang agak miring harganya adalah di Way Kandis/Tanjung Senang. Dengan range mulai 6 juta, jika beruntung kita sudah bisa dapat rumah dengan 2 kamar. Caranya, musti rajin-rajin menyusuri perumahan/kampung-kampung untuk mencarinya. Ini karena rumah yang dikontrakkan umumnya hanya ditawarkan lewat forum-forum facebook dan jarang via OLX. Kelemahannya, wilayah ini cukup lumayan jaraknya dari kampus, yaitu 5 kilometer. Kalo naik motor nggak apa-apa sih, masih terjangkau juga 🙂
Mau yang lebih murah lagi, ada pilihan lain: di Jatimulyo atau Way Huwi. Karena kawasan ini sudah masuk Lampung Selatan, maka harga rumahnya pun lumayan murah untuk kantong. Pernah suatu kali saya menemukan rumah 3 kamar dengan biaya sewa 13 juta rupiah, cukup murah ya sebenarnya. Jika ke arah Jatimulyo, kita juga bisa mendapatkan kontrakan 6-8 juta dengan fasilitas rumah yang sudah lumayan.
Mengapa Punya Rumah?
Tahu kan ya, di dalam dunia ini tidak ada kondisi yang ideal? Dengan uang yang terbatas, kami juga dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks, yaitu: anak. Tika yang semakin besar (almost 3 y.o) punya hak untuk bersosialisasi dengan tetangga dan teman-teman sesama anak kecil. Dan sayangnya kami belum mampu memfasilitasi dia jika terus tinggal di kontrakan bedeng yang kami tinggali sekarang.
Opsi lain, pindah mengontrak di perumahan. Tetapi, biaya sewa yang kurleb 1 juta per bulan membuat kami mikir-mikir juga.
Berbekal itulah, kami akhirnya berusaha mencari jalan keluar, dan bertemu solusinya: cari rumah sendiri. Hanya saja, harga rumah yang tinggi sudah pasti nanti menimbulkan masalah baru, yaitu cicilan yang tinggi. Dengan penghasilan yang terbatas saat ini, maka opsi paling aman adalah menjatuhkan pilihan pada rumah subsidi.
Dan tentu saja, sangat repot mencari developer rumah subsidi yang benar-benar bagus. *ini kayanya gue yang ketinggian standar :p
Pencarian rumah subsidi ini kemudian dilakukan cukup lama dan santai, dengan menyisihkan weekend untuk muter-muter menyusuri perumahan subsidi. Dan memang setiap rumah subsidi punya kelemahan dan kelebihan masing-masing. Yakaliii bisa milih, mendingan di rumah komersil yang lebih banyak lebihnya :p
Dengan beberapa referensi rumah hasil survey, kami akhirnya memformulasi sendiri seperti apa kira-kira kriteria rumah yang cocok bagi kami. Kami membuat kriteria rumah seperti ini: (1) developernya amanah; (2) tidak diatas tanah rawa atau tanah sawah; (3) bentuk bangunan yang baik dan beratap tinggi (dan biaya tambahannya mungkin lebih tinggi); (4) akses jalan yang tidak sepi (karena suami suka bersepeda ke kampus); dan (5) jalannya suka disediakan developer (aspal atau paving).
Dann..
Seperti kata pepatah Jawa “kabeh ono wayahe” (semua ada waktunya), akhirnya kami menemukan rumah yang dicari dan segera deal dengan developer rumah tersebut. Rumah apa ya? nanti ya kalo sukses akad kreditnya saya kasih tahu di postingan berikutnya ya, hehehe.
Kemudian, setelah pemilihan rumah selesai dan pembayaran DP dilakukan, banyak berkas yang harus kami lengkapi. Ini dia berkas-berkas KPR yang harus diselesaikan untuk rumah kami:
1. Copy KTP suami istri
2. NPWP wajib pajak yang bersangkutan
3. Kartu Keluarga
4. Buku nikah
5. Surat keterangan kerja
6. Slip gaji 3 bulan terakhir dan rekening payroll
7. Surat keterangan belum punya rumah
8. Surat domisili
9. Rekening BTN (kalo yang belum punya, harus buka tabungan dulu)
10. Beberapa form yang harus diisi (dan ditempeli materai belasan lembar)
Hari ini, kami masih berjuang menyelesaikan berbagai persyaratan ini. Semoga dimudahkan di prosesi selanjutnya, aamiin.
1 Comment